Pages

Subscribe:

About

LET LEARNING FLOURISH IN 2012 guys
Winnie The Pooh Glitter

Kamis, 13 September 2012

Cerpen islam remaja


Ada yang Salah dengan Jilbabku


Angin berhembus pelan menggerakkan daun-daun di pucuk-pucuk pohon. Suasana nan sejuk. Nampak sebuah bangunan megah berlantai dua, SMA Kusuma Bakti.
Siang nan lengang, anak-anak sekolah terlihat keluar kelas untuk istirahat siang. Akupun melangkahkan kakiku menuju kantin sekolah. Tapi aku terkejut melihat seorang anak gadis di tengah lapangan basket.
“Please…! look at me…! hi boys… please…! look at me… i’m beautiful…” teriak  gadis itu mengusik suasana damai di siang hari. Tapi tak seorangpun mau memperhatikannya.
“Ya Allah…!” aku memegang tangan gadis itu dan membawanya pergi.
“Nis… jangan ditarik-tarik begini…” teriaknya.
“Zahro, kamu tu dah gila ya? Kenapa kamu teriak-teriak ngobral diri,  mang kamu barang dagangan?” tanyaku ketus.
“Nis… aku pingin punya pacar…” jawabnya polos.
“Iya… aku tahu, tapi bukan begini caranya”
“Lha, trus gimana?”
“Ya… sabar, aku pikir dulu”
“Tapi cepet…!!! Kalo mikirnya lama, sama juga boong”
“Iya… Bawel banget sih… abis pulang ke sekolah aku tungguin kamu ditaman”. Dia hanya tersenyum terus berlalu.
Aku geleng-geleng kepala, temanku yang satu ini benar-benar tomboy, nggak punya malu. Namanya indah, Alfu Zahro’ atau seribu bunga. Kulitnya putih, rambutnya hitam tergerai. Penampilannya sangat modis, wajahnya mengingatkanku pada Lindsay Lohan, seorang aktris cantik hollywood. Dia bukan anak miskin, keluarganya bercukupan. Tapi kenapa…? Tak seorangpun cowok disekolah ini mau jadi pacarnya.  Jangankan si Ferdy, yang ganteng dan jago basket… si Udin yang wajahnya dibawah standar itu tak mau pacaran dengan Zahro’.
“Ah… Tak tahu kenapa…?” Banyak tanya yang bergelayut didalam hatiku tentang Zahro’.
***

Cerpen remaja


TUHAN, BOLEHKAH AKU DILAHIRKAN KEMBALI ?



Alicia Korelina. Aku adalah gadis cantik dengan mata hijau sebagai penyempurna kecantikanku. Aku dibesarkan ditengah-tengah keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Karena keluarga jualah aku menjadi seorang yang berprestasi dari bangku dasar. Singkatnya aku adalah gadis yang beruntung karna aku memiliki semua kesempurnaan itu.

Kehidupan itu tak berjalan selamanya. Kehancuran itu berawal dari pertengkaran hebat antara mama dan papa di suatu malam.
“Dasar. Istri tak tau diuntung. Aku seperti karna kau dan Alice. Dan sekarang kau tuduh aku berselingkuh? Dimana otakmu?”
“Lalu siapa perempuan itu? Apa itu yang tidak berselingkuh?”
PLAK.Papa melakukannya tepat di depan mata kepalaku. Tangan itu yang biasanya melindungiku dan mama, kini malah menampar wajah mama. Aku hanya menangis. Berusaha berteriak, namun suara ini tertahan untuk keluar. Berbulan-bulan aku hidup berdampingan dengan kejadian gila ini. Dan selama itu pula aku selalu berharap agar kejadian gila itu segera berakhir.

Doaku terkabul.Kejadian itu berakhir dengan persidangan cerai di meja hijau. Aku benci ini. Bahkan sangat membencinya. Hilang sudah keluarga yang selalu aku banggakan selama ini.

Hari-hariku berjalan dengan kesunyian. Pagi yang biasanya hangat dengan gurauan mama dan papa, kini terasa hambar ketika yang ku temui seorang ibu yang sibuk dengan laptopnya tanpa mempedulikan kehadiran anaknya. Setiap pagi selalu sarapan dan berangkat seorang diri. Terkadang ketika aku berpapasan dengan mereka yang diantar oleh ayah ataupun ibunya, tak tertahan rasanya membendung air mata ini. Sungguh aku sangat merindukan kehidupan seperti mereka.

Tugas hari ini adalah mengarang.
“Ciptakan sebuah karangan yang menceritakan indahnya kehidupan keluarga kalian!”itu kalimat terakhir yang ku tangkap dari Bu Reno.

Semua murid langsung hanyut dalam kegiatannya. Tapi tidak denganku. Bagaimana mungkin aku akan menuliskan keluargaku yang telah hancur. Dan kali ini aku harus benar-benar mengarang.Menuliskan bahwa aku hidup di tengah keluarga yang harmonis dan saling menyayangi.

Nurani ku berontak membaca kata-kata yang penuh kebohongan itu. Ku buang kertas itu dan kali ini aku tak ingin lagi mengarang. Dengan cepat ku tulis ‘BERBULAN-BULAN AKU HIDUP DI TENGAH KELUARGA YANG PENUH KEKACAUAN.DAN KINI AKU MERINDUKAN KELUARGAKU WALAU AKU MEMBENCINYA.’

Cerpen remaja


SENYUMAN AIR MATA



Aku menerawang jauh menembus rintik-rintik hujan dari bilik
aku telah melebur manjadi satu. Di sana tiada ego yang menjauhkan, hanya ada tali suci jendela kamarku. Ada rasa rindu bercampur rasa perih bergumpal-gumpal di dada. Aku kembali duduk di atas tempat tidur. Ku alihkan pandanganku ke sebuah foto.
....
Kapan cinta berbunga di dalam bulir air mata?
Cinta berbunga dalam bulir air mata, akan berbunga apabila antara kamu dan yang mengikat. Cinta yang terbungkus dalam keimanan, mengungguli kekuatan akal dan logika. Itulah fitrah cintaku padamu. Impianku hidup bersamamu!

....
“Inilah kata-kata yang ingin aku sampaikan padamu. Namun, aku sudah terlambat, lebih tepatnya aku tak mungkin menyampaikannya,” desahku sembari memandangi foto seseorang. Seseorang yang menjadi cinta pertamaku. Seseorang yang sudah 3 tahun terakhir ini mengisi kesendirian hidupku. Seseorang itu bernama Fitrah Dinda.
12 Agustus 2008...
“Mas Fadli!” panggil seseorang.
“Iya, ada apa?” sapaku dengan bertanya.
“Mas yang jadi ketua Forum Remaja Muslim ‘kan? Ehm... aku mau daftar jadi anggota, bisa nggak?” tanya cewek itu.
“Ya bisalah... kamu tinggal datang ke acara FRM Jumat besok, Nggak dipungut biaya ko! Nama anti siapa?” tanyaku.
“Nama ana... Fitrah!” jawabnya.
“Nama yang cantik seperti orangnya! Astaghfirullah.. pikiran apa ini!” batinku.
“Ya sudah mas, Fitrah duluan... Assalamu’alaikum...,” ucap Fitrah.
“Wa’alaikumsalam...,”jawabku.
Di taman kampus inilah...awal perkenalanku dengannya.
♥♥

Jilbab yang sudah dilupakan


Kerudung Wanita (Jilbab), Perintah ALLAH yang 
Sudah Dilupakan Umat Islam


       Ada satu peribahasa pendek, sederhana, tetapi dalam artinya, yang berbunyi sebagai berikut: “Tak Kenal Maka Tak Sayang” Sesuai dengan peribahasa diatas, ada satu perintah Allah yang penting yang hampir tak dikenal atau dianggap enteng oleh umat Islam, yaitu keharusan wanita memakai kerudung kepala.

         Keharusan kaum wanita memakai kerudung kepala tertera dalam surat An Nur ayat 31 yang cukup panjang, yang penulis kutip satu baris saja, yang berbunyi sebagai berikut. : “Katakanlah kepada wanita yang beriman. Dan hendaklah mereka menutupkan kerudung kepalanya sampai kedadanya"

         Dan seperti yang tercantum dalam surat Al Ahzab ayat 59 yang artinya sebagai berikut. : “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isteri engkau, anak-anak perempuan engkau dan isteri-isteri orang mu’min, supaya mereka menutup kepala dan badan mereka dengan jilbabnya supaya mereka dapat dikenal orang, maka tentulah mereka tidak diganggu (disakiti) oleh laki-laki yang jahat. Allah pengampun lagi pengasih”.

      Perintah Allah diatas adalah jelas dan tegas yang wajib hukumnya bagi kaum wanita sebagaimana dinyatakan Allah pada pembukaan surat An Nur yaitu : “Inilah satu surah yang Kami turunkan kepada rasul dan Kami wajibkan menjalankan hukum-hukum syariat yang tersebut didalamnya. Dan Kami turunkan pula didalamnya keterangan-keterangan yang jelas, semoga kamu dapat mengingatnya”.

       Dari bunyi ayat diatas jelaslah wanita yang tidak memakai kerudung telah melakukan dosa yang besar karena ingkar kepada hukum syariat Islam yang diwajibkan oleh Allah.

Cerpen remaja islam


Jeda Antara Kita
                            

“Bye…see you tomorrow.”
“Bye…” kulambaikan tanganku hingga mobil itu hilang di ujung jalan. Baru saja pintu kututup secara perlahan-lahan, tapi…
“Keluar bersama Robert lagi, Nin?” suara lembut Mbak Eka tetap mampu mengejutkanku. Aku mengangguk pelan dan segera lari ke kamar.
Ah…kenapa sih Mbak Eka selalu ingin tahu dengan siapa aku keluar. Dia sendiri kan tahu kalau tidak dengan Bob yang selalu dipanggilnya dengan nama lengkap ‘Robert’, dengan cowok mana lagi aku mau pergi. Mama juga sih pakai nitipkan anak semata wayangnya ini ke Mbak Eka yang alim itu, kayak aku nggak bisa jaga diri.
Jujur saja, sebetulnya aku nggak sebel-sebel banget sama Mbak Eka, soalnya jadi ingat sama mama. Di negara serba boleh kayak Amerika ini, jarang banget ada orang yang mau memperhatikan apalagi menasehati kayak Mbak Eka. Tapi nggak enaknya aku jadi canggung kalau mau bersikap. Gimana enggak, kalau yang dinasehatkan cuma itu-itu saja. Yang Bob bukan mahromlah, yang beda keyakinanlah, jangan pergi berduaan atau jangan berteman terlalu dekat. Padahal Mbak Eka tahu sendiri kalau jadi anak tunggal tuh nggak enak. Pingin banget punya kakak laki-laki yang bisa melindungi dan tempat berbagi rasa. Dan itu semua ada pada diri Bob. Dia dewasa sekali dengan usianya yang hanya terpaut dua tahun dariku. Lagipula Bob nggak pernah berbuat kurang ajar atau pun usil. Kami juga nggak pernah melakukan sesuatu di luar batas seperti yang dilakukan banyak remaja di sini. Karena antara kami, aku dan Bob tidak ada hubungan khusus layaknya orang berpacaran. Walaupun hampir semua teman mengira seperti itu, bahkan mungkin Mbak Eka juga, kami nggak peduli. Pada diri Bob, aku merasa menemukan sosok abang yang nggak pernah kupunya sebelumnya.
Lagipula, ini nih yang nggak ada seorang pun tahu cita-citaku untuk mengajak Bob masuk Islam suatu ketika nanti. Jadi apa pun yang dikatakan Mbak Eka, diam-diam aku dengarkan dan berusaha untuk memahaminya. Biar satu  hari nanti bisa menjelaskan kalau-kalau Bob tanya-tanya soal Islam. Suatu ketika nanti ada saatnya aku juga ingin berubah jadi anak yang baik seperti Mbak Eka yang alim itu. Tapi nggak sekarang.
*****
Akhir-akhir ini kurasakan sikap Bob aneh dan nggak seperti biasanya. Kalau bertemu denganku sepertinya gugup sekali seakan ingin mengatakan sesuatu tapi segera diurungkannya begitu aku memberi perhatian. Hingga suatu malam Bob mengajakku makan malam di luar, sesuatu yang jarang kami lakukan kecuali ada moment khusus.
“Ngomong dong Bob. Aku sudah capek menghadapi perubahan sikapmu akhir-akhir ini,” tanpa basa-basi langsung kutanyakan kekhawatiranku. Dan Bob cukup paham dengan sifatku yang satu ini, nggak sabaran. Makanya dia cuma tersenyum dan…tanpa memandangku! Sesuatu yang sangat kuhafal kalau dia ingin membicarakan sesuatu tapi takut menyinggung perasaan lawan bicaranya. God…ada apa ini?
“Aku akan memenuhi panggilan wajib militer,” akhirnya keluar juga suaranya setelah sekian lama kami berdiam diri.
“Tapi bukankah wamil itu sudah kamu ambil beberapa tahun lalu? Kamu sendiri yang mengatakannya.” Kulihat Bob terdiam beberapa saat.
“Iya, yang telah kujalani memang wajib bagi pemuda Amerika yang berusia di atas 18 tahun. Tapi kali ini berbeda. Negaraku butuh banyak sukarelawan militer untuk menjalankan tugasnya sebagai polisi dunia.”
Polisi dunia? Aku mencibir. Predikat itu pula yang menjadikan negaramu congkak dan sering turut campur kepentingan dalam negeri negara lain. Tapi tentu saja cuma kuucapkan dalam hati.
“Lalu bagaimana dengan kuliahmu dan cita-citamu untuk jadi Arsitek? Apakah harus kandas di tengah jalan?”
“Resiko itu memang harus aku ambil. Panggilan jiwaku untuk bangsa ini sudah bulat. Dan semoga jiwa ayahku bisa tenang karena keinginannya telah kupenuhi.”
Ternyata dugaanku benar. Bob bohong soal keputusan ini adalah panggilan jiwanya. Sebaliknya kekaguman yang berlebihan pada ayahnya yang gugur di medan tugas ditambah pesan untuk meneruskan perjuangan Amerika telah mengubah dirinya.
“Ke mana kamu akan ditugaskan?” Belum sempat Bob menjawab, makanan yang kami pesan sudah datang.
“Makanlah dulu. Setelah itu aku akan mengatakannya padamu.” Aku menggeleng dan hanya memandang kesibukannya mengunyah makanan yang terhidang di depannya. Punyaku sama sekali belum kusentuh. Selera makanku benar-benar menguap entah ke mana. Seakan tahu sedang kuperhatikan, Bob menghentikan suapannya.
“Benar-benar penasaran rupanya, hmm…?” Katanya sambil tersenyum. Senyum yang kata teman-teman mampu menaklukkan hati Julia, ratu kampus tahun ini. Tapi anehnya Bob cuek-cuek saja, di saat hampir seluruh cowok di kampus ini saling berebut perhatian Julia. Dia cuma bilang kalau cewek macam itu bukan tipenya, yang populer dengan hanya mengandalkan kecantikan tubuh dan wajah. Acungan jempol kuberikan untuknya, satu pandangan positif yang langka di Amerika.
“A…apa? What are you talking about?” tanyaku tergeragap dari lamunan singkatku. Dan Bob lagi-lagi tersenyum.
“Masih menikmati senyum manisku?” katanya menggoda. Aku benar-benar tak mampu membayangkan warna mukaku saat ini. Bob memang keterlaluan. Dia paling bisa kalau disuruh membuat cewek tersipu-sipu.
“Nah gitu dong tersenyum. Dari tadi kamu tegang terus.” Aku tahu, ternyata Bob ingin mencairkan suasana yang benar-benar kaku tadi.
“Semula aku ditugaskan di kepulauan Spratley untuk menjaga kenetralan daerah itu dari perebutan banyak negara. Memang kurang menantang, tapi itu cukup bagi tentara pemula. Tapi entah sebab apa penugasan itu dibatalkan. Dan apa yang kukhawatirkan menjadi kenyataan. Bukannya aku takut mati, tapi siapa yang akan kuhadapi di medan tugas itulah yang membuatku kalut. Dan itu pula yang membuatku berat untuk mengatakannya padamu.” Ditariknya nafas dalam-dalam.
“Aku ditugaskan di…perbatasan Irak.” Deg. Tak urung aku sempat terhenyak juga. Padahal aku sudah mempersiapkan hatiku untuk menghadapi apa pun yang dikatakannya. Aku harus tetap tenang, tekadku. Kusebut asma Allah banyak-banyak dalam hati. Aku tahu apa itu maknanya, tugas untuk bergabung dengan skuadron lain dalam menjajah Irak yang sedang bergolak. Tidak bisa kubayangkan seseorang yang kusayangi harus berhadapan dengan saudaraku pula di belahan bumi sana.
“Sorry Nina, I can do nothing.”
Sejak malam itu tak kutemui Bob di kampus, pun di café tempatnya mangkal kalau lagi banyak masalah. Kupikir itulah pertemuan kami yang terakhir sebelum keberangkatannya. Tapi ternyata aku salah. Dia menungguku selepas kuliah hari itu, beberapa hari setelah kejadian malam itu. Saat itu pulalah kami sadar bahwa persahabatan yang kami bina selama ini telah ternoda. Bob menyatakan perasaannya di kala kami harus berpisah untuk waktu yang tak terbatas.
Aku tak tahu apa yang salah dengan persahabatan kami. Aku ingat di suatu kajian bahwa laki-laki dan wanita mempunyai naluri yang sama. Keinginan untuk mencintai dan dicintai. Dan perwujudan itu hanya ada dalam pernikahan yang suci. Sejujurnya aku tidak pernah membayangkan sejauh ini. Bob sebagai kakak laki-laki bagiku sudah cukup. Ah…tapi kami bukan mahrom, terlarang sebetulnya bagi kami untuk berduaan. Dan satu-satunya cara adalah melegalkannya dengan menikah.
Sebulan telah berlalu sejak kejadian itu. Bob cukup rajin mengirimiku surat bahkan berusaha meneleponku sesekali. Walaupun berat kurasa, aku memutuskan untuk tidak berhubungan dengannya. Seberapa besar rasa sayangku pada Bob, tetap tak bisa mengalahkan rasa sakit ketika saudaraku seakidah dijajah di belahan bumi sana. Bagaimana mungkin Bob tega melakukan ini semua? Dia pun tahu betapa geramnya aku dengan kebijakan pemerintah negaranya yang selalu merugikan kaum muslimin. Tidak hanya Bosnia, Palestina, Chechnya, gempuran membabi buta ke Afghanistan, lalu sekarang penyerangan terhadap rakyat Irak yang tak berdosa dengan dalih yang terlalu mengada-ada. Tidaklah sulit untuk menyadari standard ganda Amerika, cukup orang yang punya akal bisa memahami fakta ini. Dan aku merasa Bob cukup punya akal untuk itu. Ternyata aku salah.
Dua bulan sudah berlalu, aku semakin dekat dengan Mbak Eka karena aku tak tahu lagi harus curhat dengan siapa. Aku pun semakin rajin mengisi hari-hariku untuk belajar dan mengkaji Islam yang sebenarnya. Ya Allah, ternyata banyak hal yang aku begitu bebal sebelumnya untuk menerima hukum-hukum Islam, sekarang menjadi terbuka mata hati ini.
Ah…itukah yang namanya cinta? Dapat membutakan kita dari kebenaran? Ataukah itu yang namanya cinta semu berbalut nafsu yang berasal dari syaitan? Ya Rabb, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Memiliki Cinta. Pasti bukanlah cinta bila perasaan itu menghalangi cahaya-Mu dariku.
Aku menata hati dan diri dalam perjalananku menuju ridho Ilahi. Surat Bob bertumpuk di meja kamarku tanpa kusentuh sedikit pun. Aku tidak lagi takut kehilangan dirinya. Karena sesungguhnya sejak mula keputusannya tidak bisa dirubah, tidak pula oleh diriku, saat itu juga aku sadar bahwa dia bukan lagi Bob yang aku kenal.
Tanpa terasa ujian sudah menjelang, dan itu berarti aku harus mulai menentukan jalan hidupku. Kembali ke Indonesia dan melengkapi gelas sarjanaku di sana atau beberapa tahun lagi tinggal di negeri yang mulai terang-terangan memusuhi Islam. Apalagi sejak aku memutuskan untuk menutup aurat dengan berkerudung dan berjilbab, aku merasa sangat tidak aman untuk berlama-lama di negeri ini. Bohong besar semua yang dipropagandakan Amerika lewat iklan persahabatan bahwa muslim pun bisa hidup tenang di sini.
Seminggu sebelum kepulanganku ke Indonesia, tiket dan seluruh keperluan imigrasi sudah di tangan. Proses yang melelahkan karena banyak petugas imigrasi yang berlaku over dengan muslimah berjilbab.
Seseorang mengetuk pintu. Dengan malas aku beranjak membukakan karena kebetulan semua sedang tidak di rumah. Ketika pintu kubuka, hatiku sempat berdesir.
“Ada yang perlu kubicarakan, Nin.” Lagi-lagi tanpa memandangku. Ada nada gelisah tapi tetap mantap dalam suara itu. Aku keluar dan kami duduk di beranda, cukup berjauhan karena aku bukan lagi Nina yang dulu.
“Kamu semakin cantik dengan jilbab itu,” katanya. Aku beristighfar dalam hati.
“Apakah ada yang bisa menahanmu untuk tidak pergi, Nina?”
“Maksudmu?”
“Marry me. Aku akan keluar dari militer Amerika dan meneruskan kuliahku sambil mencari pekerjaan lain.”
“Agamamu?”
“Bukankah selama ini kita bisa berteman dengan sangat baik tanpa meributkan itu? Kukira sekarang pun sama. Kita saling mencintai, dan kita bisa berjalan dengan keyakinan masing-masing.”
Ya Allah, seumur hidup tidak pernah kurasakan kemarahan yang teramat sangat seperti saat ini. Tanpa mampu berkata-kata dan mata penuh airmata kutinggalkan dia di beranda dan kukunci pintu rumah rapat-rapat. Semakin besar tekadku untuk segera pulang dan meninggalkan masa laluku yang suram di sini.
Kutulis surat untuk Bob menjawab ajakannya dan menjelaskan tentang diri seorang muslim sebenarnya. Tentang pergaulan yang salah selama aku berteman dengannya, sampai haram seorang muslimah menikah dengan laki-laki non muslim sampai dia beriman. Kujelaskan semua konsep tentang Islam yang aku tahu meskipun masih sedikit dan hanya menyisakan doa semoga hatinya terbuka untuk menerima kebenaran hakiki.
Kuayun langkah dengan mantap menuju pesawat ketika untuk terakhir kalinya aku menoleh ke belakang. Selamat tinggal Amerika, selamat tinggal masa lalu kelabu, semoga satu hari nanti kita bertemu dalam suasana yang lebih baik dan diridhoi Allah. Samar kulihat bayangannya, juga mata sendunya. Cintaku pada Allah jauh lebih besar dari rasa yang pernah aku punya untukmu. Kubalikkan tubuh dan melangkah mantap menuju pesawat yang segera take off. Selamat tinggal.
(ukhti, jangan pernah rela menggadaikan iman untuk cinta semu)

Sumber  : http://www.voa-islam.com/teenage/young-spirit/2009/10/02/1246/cerpen-remaja-2-jeda-antara-kita/

Hukum Islam tentang pacaran



HUKUM PACARAN MENURUT ISLAM

Assallamuallaikum wr wb....
Istilah pacaran tidak bisa lepas dari remaja, karena salah satu ciri
remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan jenis disertai
keinginan untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya
mulai "naksir" lawan jenisnya. Lalu ia berupaya melakukan pendekatan
untuk mendapatkan kesempatan mengungkapkan isi hatinya. Setelah
pendekatannya berhasil dan gayung bersambut, lalu keduanya mulai
berpacaran.

Pacaran dapat diartikan bermacam-macam, tetapi intinya adalah
jalinan cinta antara seorang remaja dengan lawan jenisnya. Praktik
pacaran juga bermacam-macam, ada yang sekedar berkirim surat,
telepon, menjemput, mengantar atau menemani pergi ke suatu tempat,
apel, sampai ada yang layaknya pasangan suami istri.
Di kalangan remaja sekarang ini, pacaran menjadi identitas yang
sangat dibanggakan. Biasanya seorang remaja akan bangga dan percaya
diri jika sudah memiliki pacar. Sebaliknya remaja yang belum
memiliki pacar dianggap kurang gaul. Karena itu, mencari pacar di
kalangan remaja tidak saja menjadi kebutuhan biologis tetapi juga
menjadi kebutuhan sosiologis. Maka tidak heran, kalau sekarang
mayoritas remaja sudah memiliki teman spesial yang disebut "pacar".

Lalu bagaimana pacaran dalam pandangan Islam???